Ppt proposal from Harry Widodo
edukasi media
Kamis, 17 Januari 2013
Minggu, 06 Januari 2013
UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MELAKUKAN OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN MELALUI PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN PERMAINAN DAKON DI KELAS II SDN BALEREJO 2 MADIUN TAHUN AJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Dasar, ditegaskan bahwa Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika pada KTSP diperuntukkan bagi siswa SD sejak kelas I hingga kelas III.
Seperti halnya untuk mata pelajaran lainnya,
pembelajaran Matematika pada kurikulum tersebut untuk kelas rendah di SD (kelas I, II dan III) dilaksanakan dengan pendekatan
tematik dan terintegrasi dengan
mata pelajaran lainnya seperti PKn, SBK, IPS. Pembelajaran tematik merupakan suatu
pendekatan dalam pembelajaran yang secara
sengaja mengaitkan beberapa aspek,
baik dalam segi kognitif, psikomotorik,
dan afektif antar mata pelajaran. Dengan pembelajaran tematik siswa akan memperoleh pengalaman belajar
yang utuh dan bermakna. Utuh dalam
arti pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga
pembelajaran menjadi lebih bermakna
bagi siswa. Bermakna disini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu siswa akan dapat memahami
konsep-konsep yang mereka pelajari melalui
pengalaman langsung dan nyata yang menghubungkan antar konsep dalam intra mata
pelajaran maupun antar mata pelajaran. Jika dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka
pembelajaran terpadu tampak lebih menekankan
pada keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran untuk
pembuatan keputusan.
Pemberlakuan
pembelajaran tematik pada KTSP untuk siswa kelas
rendah di SD dapat dibenarkan
secara akademik, karena siswa pada usia tersebut masih berpandangan holistik serta berperilaku dan berpikir
konkrit. Mereka belum terbiasa
dengan cara berpikir terspesialisasi dan abstrak. Pengalaman belajar akan
bermakna bagi mereka jika banyak berkaitan dengan ragam pengalaman keseharian mereka yang ditunjang dengan benda-benda
dan fenomena nyata yang dapat diobservasi.
Dengan demikian pengelolaan pembelajaran dengan pendekatan tematik akan memberikan pengalaman
belajar yang sangat kaya bagi
siswa dalam rangka menumbuhkembangkan keragaman potensi yang dimiliki setiap siswa. Tumbuh dan
berkembangnya potensi siswa secara optimal sejak
usia dini akan sangat menentukan kualitas pengalaman dan hasil
belajar mereka pada jenjang berikutnya.
Peningkatan kualitas guru adalah salah satu kunci memajukan pendidikan yang ditunggu-tunggu oleh berbagai pihak terutama masyarakat, sebab salah satu aktor penting dalam dunia pendidikan adalah guru. Guru adalah orang yang langsung berinteraksi dengan peserta didik, memberikan keteladanan, motivasi, dan inspirasi untuk terus bersemangat dalam belajar, berkarya, dan prestasi Dalam kaitan itu, kualitas dan kinerja guru sangat perlu ditingkatkan dalam pembelajaran maupun administrasinya, karena masih banyak yang mengalami kendala sehingga hasilnya belum sesuai dengan harapan. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, kurang memadainya pengetahuan tentang model-model pembelajaran, kurangnya keterampilan dalam pembelajaran, kurang kreatif dan inovatif dalam implementasi pembelajaran, serta kurangnya pengalaman dalam memahami dan menyusun administrasi, serta kurang intensifnya kegiatan supervisi berkelanjutan bagi guru, yang berupa bimbingan, penggerakan motivasi, nasihat, dan pengarahan yang bertujuan untuk meningkatkan guru dalam proses belajar mengajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Di
temukan fakta bahwa siswa kelas II SDN Balerejo 2 Madiun banyak yang mengalami
kesulitan ketika belajar menghitung bilangan penjumlahan dan pengurangan
terutama siswa kelas, sedangkan kelas II Sekolah Dasar menggunakan pembelajaran
tematik . Dalam pembelajaran sehari-hari, guru sudah menjelaskan perhitungan
bilangan secara lisan, tertulis di papan tulis, memberi contoh perhitungan,
bahkan memberi soal-soal latihan, dan pekerjaan rumah bagi siswa kelas II SDN
Balerejo 2 untuk menghitung bilangan. Namun, tetap saja kemampuannya menghitung
bilangan rendah.
Akar
penyebab rendahnya penguasaan perhitungan bilangan penjumlahan dan pengurangan tersebut
di duga karena guru kurang tepat dalam pemilihan cara dan media dalam
membelajarkan siswa. Secara teoritik, siswa kelas II SD kemampuan berfikirnya
masih berada pada kemampuan berfikir konkrit, sementara selama ini siswa sudah
di ajar dengan berfikir abstrak dengan menggunakan lambang-lambang bilangan.
Keadaan tersebut menjadikan siswa mengalami kesulitan untuk membayangkan dalam
menghitung bilangan terutama perkalian dan pembagian.
Rendahnya
kemampuan siswa dalam menghitung, maka
guru harus kreatif dalam memanfaatkan media yang ada misalnya dengan media
dakon, dakon merupakan permainan tradisional yang ada di daerah Jawa, hampir
semua penduduk Jawa mengenal permainan dakon atau congklak, cara memainkannya
mudah dan alatnya bisa membuat sendiri tanpa harus membelinya kalaupun tidak
bisa membuat bisa menggunakan lantai, sedangkan pembelajaran di SD terutama
kelas rendah dengan menggunakan pembelajaran Tematik. Penerapan pembelajaran
tematik dengan Permainan dakon bisa diterapkan dalam mata pelajaran matematika
yang dikaitkan dengan mata pelajaran lainnya yaitu mata pelajaran SBK, PKn,
IPS. Misalnya di dalam pembelajaran SBK guru bisa menjelaskan bahwa permainan
dakon merupakan kebudayaan orang Jawa
pada jaman dahulu dalam konteks permainan.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka peneliti akan berupaya untuk meningkatkan
keaktifan, kreatifitas, rasa senang dan kemampuan siswa dalam menghitung
bilangan dengan menerapkan pembelajaran tematik dengan permainan dakon di kelas
II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran 2012/2013.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka peneliti membatasi masalah yang akan dikaji agar
penelitian lebih terfokus. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Subyek penelitian
adalah siswa kelas II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran 2012/2013.
2.
Materi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tentang operasi
hitung penjumlahan dan pengurangan.
3.
Model pembelajaran
yang digunakan dalam penelitian adalah model pembelajaran tematik dengan
permainan dakon.
C.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di
atas maka rumusan masalahnya adalah :
1.
Bagaimana penerapan permainan dakon dalam meningkatkan
kemampuan melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan melalui pembelajaran
tematik dengan permainan dakon di kelas II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran
2012/2013 ?
2.
Apakah alat peraga dakon dapat meningkatkan kemampuan melakukan
operasi penjumlahan dan pengurangan melalui pembelajaran tematik dengan
permainan dakon di kelas II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran 2012/2013 ?
D.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut
:
1.
Mendiskripsikan penerapan permainan dakon dalam meningkatkan kemampuan melakukan operasi
penjumlahan dan pengurangan melalui pembelajaran tematik dengan permainan dakon
di kelas II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran 2012/2013.
2.
Untuk mengetahui peningkatkan
kemampuan melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan melalui pembelajaran tematik
dengan permainan dakon di kelas II SDN Balerejo 2 Madiun tahun ajaran 2012/2013
?
E. Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini daharapkan dapat memeberikan
manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoritis
Melalui kegiatan penelitian ini
diperoleh aturan-aturan, rambu-rambu dan model pembelajaran tematik yang lebih
realistik yang mungkin dikembangkan disekolah
dasar.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi siswa
·
Siswa akan lebih aktif, kreatif, merasa senang, dan kemampuannya dalam menghitung
bilangan penjumlahan dan pengurangan akan meningkat.
·
Digunakan siswa untuk memotivasi belajar agar prestasi belajar matematika
dapat lebih meningkat.
b.
Bagi Guru
·
Penelitian ini memberikan pengalaman langsung kepada guru kelas untuk
memecahkan permasalahan secara terencana dan sistematis yang tekait dengan
pembelajaran tematik di Sekolah Dasar, khususnya di kelas II Sekolah Dasar
Negeri Balerejo 2 Madiun.
·
Guru dimungkinkan menerapkan model pembelajaran menghitung bilangan dengan
memanfaatkan benda-benda konkrit dan dapat menggunakan permainan dakon untuk
pemahaman siswa dalam belajar sepanjang keadaan sekolah tempat mengajarnya
memiliki karakteristik/keadaan yang sama atau hampir sama dengan kelas tempat
penelitian ini berlangsung.
c. Bagi
Sekolah
·
Memberikan sumbangan
yang baik bagi sekolah dalam perbaikan proses pembelajaran para gurunya
·
Meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan di sekolah
·
Meningkatkan
prestasi sekolah dengan peningkatan prestasi belajar siswa dan kinerja guru
d. Bagi
Peneliti
Menambah wawasan
tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran dengan
berbagai macam tipe dan pemanfaatan media pembelajaran di
dalamnya yang cocok sehingga mampu
menciptakan keaktifan siswa dan memperoleh
hasil belajar yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian pustaka
1.
Karakteristik siswa SD
Siswa
SD terutama kelas rendah cara berfikirnya masih konkrit, mereka masih senang
bermain daripada belajar, jika disuruh kerja kelompok masih sulit untuk diatur
maka dari itu guru harus pintar dalam mengatur atau memilih strategi, metode,
pendekatan, media pembelajaran agar
siswa senang dalam belajar.
Masa-masa kelas rendah siswa memiliki
sifat-sifat khas sebagai berikut.
1. Adanya
korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani
dengan prestasi sekolah;
2. Adanya sikap yang cenderung untuk
memenuhi peraturan-peraturan permainan tradisional;
3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
4. Suka membanding-bandingkan dirinya
dengan anak yang lain;
5. Kalau tidak
dapat menyelesaikan sesuatu soal maka soal itu dianggapnya tidak penting.
6. Pada masa ini
(terutama 6,0 – 8,0) anak menghendaki nilai ( angka rapor) yang baik tanpa
mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak;
7. Hal-hal yang
bersifat konkret lebih mudah dipahami ketimbang yang abstrak;
8. Kehidupan
adalah bermain. Bermain bagi anak usia ini adalah sesuai yang dibutuhkan dan
dianggap serius. Bahkan anak tidak dapat membedakan secara jelas perbedaan
bemain dengan bekerja;
9. Kemampuan mengingat dan berbahasa
sangat cepat dan mengagumkan.
2. Karakteristik Pembelajaran Tematik
Pembelajaran
Tematik berlaku untuk siswa kelas rendah karena siswa pada usia tersebut masih berpandangan holistik serta berperilaku
dan berpikir konkrit. Dengan pembelajaran
tematik siswa akan memperoleh pengalaman belajar
yang utuh dan bermakna. Utuh dalam
arti pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Pembelajaran
tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a.
Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student
centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak
menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk
melakukan aktivitas belajar.
b.
Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman
langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini,
siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
c.
Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata
pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d.
Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari
berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa
mampu memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
e.
Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana
guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f.
Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g.
Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Beberapa ciri khas dari pembelajaran tematik antara
lain: 1) Pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang
dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan
kebutuhan siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi
siswa sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu
mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan belajar yang
bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui siswa dalam
lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti
kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
3. Media Pembelajaran
Menurut Briggs media pembelajaran pada hakikatnya adalah
peralatan fisik untuk membawakan atau menyempurnakan isi pembelajaran (Anitah,
2008). Termasuk di dalamnya buku, video, tape, slide suara, suara guru, tape
recorder, modul atau salah satu komponen dari suatu sistem penyampaian.
Sementara itu Smaldino berpendapat media adalah suatu alat komunikasi dan
sumber informasi (Anitah, 2008). Jadi pengertian media adalah sesuatu atau alat
yang memuat informasi yang dapat dikomunikasikan kepada para siswa dan dapat
menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan siswa menerima pengetahuan,
keterampilan dan sikap sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Media juga
berperan sebagai perantara atau pengantar. Konsep media pembelajaran memiliki
dua segi yang satu sama yang lain saling menunjang, yaitu perangkat keras
(hardware) dan materi atau bahan yang disebut perangkat lunak (software).
Menurut Munir (2008) manfaat dan kelebihan-kelebihan media
pembelajaran adalah :
1)
Dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam terhadap materi pembelajaran
yang sedang dibahas.
2)
Dapat menjelaskan materi pembelajaran atau obyek yang abstrak menjadi
konkret.
3)
Menarik dan membangkitkan perhatian, minat, motivasi, aktifitas dan
kreativitas belajar peserta didik.
4)
Memancing partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran dan
memberikan kesan yang mendalam dalam pikiran peserta didik.
5)
Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memberikan
pengalaman nyata dan langsung. Misalnya peserta didik mengamati tentang
jenis-jenis tumbuhan. Mereka dapat langsung melihat, memegang, atau merasakan
tumbuhan tersebut.
4. Alat Peraga
Peraga
berasal dari kata raga yang berarti jasad atau bentuk. Alat peraga dalam pembelajaran
merupakan suatu alat yang digunakan untuk mmenunjukkan sesuatu yang riil
sehingga memperjelas pengertian pembelajaran. Soelarko berpendapat fungsi dari
alat peraga ialah memvisualisasikan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau sukar
dilihat, hingga nampak jelas dan dapat menimbulkan pengertian atau meningkatkan
persepsi seseorang (Dedeawan, 2008). Sementara itu menurut Sudjana (2002) ada
enam fungsi pokok dari alat peraga dalam proses belajar-mengajar, yakni : (1)
penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi
tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan
situasi belajar mengajar yang efektif; (2) penggunaan alat peraga merupakan
bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar; (3) alat peraga dalam
pengajaran pengggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran; (4) alat
peraga dalam pengajaran bukan semata-mata alat hiburan atau bukan sekedar
pelengkap; (5) alat peraga dalam pengajaran lebih diutamakan untuk mempercepat
proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang
diberikan guru; (6) penggunaaan alat peraga dalam pengajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu belajar mengajar.
Guru
dalam menggunakan alat peraga hendaknya memperhatikan sejumlah prinsip tertentu
agar penggunaan alat peraga tersebut dapat mencapai hasil yang baik.
Prinsip-prinsip ini adalah : (1) menentukan jenis alat peraga dengan tepat,
artinya sebaiknya guru memilih terlebih dahulu alat peraga manakah yang sesuai
dengan tujuan dan bahan pelajaran yang hendak diajarkan; (2) menetapkan atau
memperhitungkan subyek yang tepat, artinya perlu dipertimbangkan tingkat
kemampuan atau kematangan anak didik; (3) menyajikan alat peraga dengan tepat;
(4) menempatkan dan memperlihatkan alat peraga pada waktu, tempat, dan situasi
yang tepat (Sudjana, 2002).
Sementara
itu Soelarko menggolongkan macam-macam alat peraga berdasarkan pada bahan yang
dipakai : (1) gambar-gambar (lukisan), dalam matematika misalnya gambar bangun
ruang, bangun datar, gambar mata uang dan siswa disuruh menjumlahkannya dan
lain-lain; (2) benda-benda alam yang diawetkan, pada matematika misalnya guru bisa menggunakan bahan-bahan dari kayu
sebagai alat peraganya. (3) model. Model adalah bentuk tiruan dalam skala
kecil, misalnya saja guru juga bisa sebagai model dalam menjelaskan materi
pembelajaran.
5. Permainan Tradisional
Permainan tradisional terdiri dari dua kata “permainan”
dan “tradisional”. Permainan berasal dari kata main, yang berarti melakukan
perbuatan untuk tujuan bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau tidak),
berbuat sesuatu dengan sesuka hati, berbuat asal saja. Tradisional berasal dari
kata tradisi yang berarti segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan, kebiasaan,
ajaran dsb) yang turun-temurun dari nenek moyang. Tradisional berarti bersifat
turun-temurun (pandangan hidup, kepercayaan, kesenian, tarian, upacara, dsb).
6. Permainan Dakon
Dakon adalah permainan tradisional yang diambil dari
bahasa Jawa. Dalam bahasa indonesia disebut permainan congklak. Congklak adalah
lokan yang dipakai untuk permainan, ada bermacam-macam seperti baiduri, putih,
dsb. Permainan dengan kulit lokan (biji-bijian, dsb) dan kayu yang bentuknya
seperti perahu yang berlubang-lubang (di Jawa disebut dakon), buah biji-bijian
(kulit lokan, dsb) yang dipakai dalam permainan congklak, papan kayu bentuknya
seperti perahu berlubang-lubang untuk bermain congklak.
Permainan congklak merupakan permainan yang dimainkan
oleh dua orang yang biasanya perempuan. Alat yang digunakan terbuat dari kayu
atau plastik berbentuk mirip perahu dengan panjang sekitar 75 cm dan lebar 15
cm. Pada kedua ujungnya terdapat lubang yang disebut induk. Diantara keduanya
terdapat lubang yang lebih kecildari induknya berdiameter kira-kira 5 cm.
Setiap deret berjumlah 7 buah lubang. Pada setiap lubang kecil tersebut diisi
dengan kerang atau biji-bijian sebanyak 7 buah.
Cara bermainnya adalah dengan mengambil biji-bijian yang ada di lubang bagian sisi milik kita kemudian mengisi biji-bijian tersebut satu persatu ke lubang yang dilalui termasuk lubang induk milik kita (lubang induk sebelah kiri) kecuali lubang induk milik lawan, jika biji terakhir jatuh di lubang yang terdapat biji-bijian lain maka bijian tersebut diambil lagi untuk diteruskan mengisi lubang-lubang selanjutnya. Begitu seterusnya sampai biji terakhir jatuh kelubang yang kosong. Jika biji terakhir tadi jatuh pada lubang yang kosong maka giliran pemain lawan yang melakukan permainan. Permainan ini berakhir jika biji-bijian yang terdapat di lubang yang kecil telah habis dikumpulkan. Pemenangnya adalah anak yang paling banyak mengumpulkan biji-bijian ke lubang induk miliknya. Permainan ini merupakan sarana untuk mengatur strategi dan kecermat.
Gambar : variasi bentuk papan dakon
Dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian dengan permainan dakon/congklak ini, tidak
menggunakan aturan baku dalam permainan dakon, tetapi aturan dimodifikasikan
dan disesuaikan kebutuhan untuk mencapai kompetensi peserta didik tentang
melakukan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, sebagai berikut:
a.
Permainan dilakukan oleh dua orang peserta didik (kelompok berpasangan);
b.
Masing-masing kelompok mengambil lokan berupa biji-bijian, atau kerikil,
kelereng, kulit kerang dan lain-lain sebanyak 100-150 butir.
c.
Dalam permainan ini, anggota kelompok bekerja sama dan berkompetisi.satu
anggota kelompok memegang dan memainkan, sedangkan satu anggota lainnya memberi
soal, menulis jawaban, dan menilai temannya yang sedang bermain.
Misalnya:
7
x 5 = ....
Langkah-langkah
:
1)
Pemain dakon, mengambil biji-bijian sebanyak 5 dan dimasukkan ke lubang
sebanyak 7 lubang/kali.
|
|
2)
Kemudian hitung dengan cara menjumlahkan isi semua lubang =
5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 + 5 = 35
3)
Pemain menyebutkan jawabannya 7 x 5 = 35, dan temannya menuliskan pada
lembar kerja siswa.
4)
Penilai memberi nilai, dan seterusnya sampai selesai semua soal.
Jika siswa sudah memahami konsep tersebut maka dapat
dinaikkan jumlah bilangan sesuai dengan kebutuhan dalam pembelajaran. Uraian
diatas merupakan cara untuk menerapkan pembelajaran tematik dengan permainan
dakon.
Dalam penguasaan konsep dan pemahaman suatu materi
pelajaran sangat diperlukan baik bagi guru maupun siswa. Karena dengan
pemahaman dan penguasaan konsep pembelajaran, otomatis materi pelajaran dapat
diserap dan diterima oleh siswa dengan baik, maka target yang diharapkan dapat
terlaksananya sesuai dengan apa yang telah tercantum dalam silabus, RPP, prota,
promes.
d.
Setelah permainan selesai menyelesaikan lima soal dan mendapat nilai, maka
permainan dilakukan bergantian dengan soal yang berbeda.
e.
Permainan selesai, maing-masing kelompok melaporkan hasil permainannya
kepada guru.
Kelebihan dari
media pembelajaran ini adalah : 1) tidak memerlukan biaya yang sangat besar ,
murah meriah. 2) siswa akan lebih senangbdan enjoy dalam belajar matematika,
walaupun dikemas dalam bentuk permainan tetapi tidak meninggalkan tujuan
pembelajaran. 3) dapat meningkatkan daya kreativitas siswa, baik dari aspek
Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. 4) menjalin rasa kebersamaan dan daya
saing yang sportif antar siswa dalam pembelajaran kelompok. 5) dalam kurun
waktu 1 kali pertemuan konsep penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian
dapat dipahami dan dimengerti oleh siswa. 6) mengenalkan permainan tradisional
yang bisa diimplementasikan pada pelajaran lain, contohnya adalah Seni Budaya
dan Keterampilan (SBK), Bahasa Daerah, PKn, dan sebagainya, sesuai dengan tema
yang ada di pelajaaran Tematik. Sedangkan
kekurangan dan kelemahan media
pembelajaran dakon ini adalah : 1) belum
semua siswa dan guru mengerti tentang alat permainan congklak atau dakon ini.
2) media pembelajaran ini mudah rusak, dan 3) belum tentu di semua daerah
mengenal permainan ini karena dakon merupakan permainan tradisional daerah
jawa.
7. Pembelajaran Tematik dengan Permainan Dakon
Pembelajaran
di SD khususnya pada kelas tematik atau rendah, memang memerlukan tips atau
trik dalam pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dikarenakan bahwa pada usia SD
tersebut anak didik masih diliputi sifat kekanak-kanakan atu masih suka
bermain. Sehingga, alangkah baiknya dalam pelajaran kita menggunakan metode education game (game pendidikan) yang
fungsinya untuk memancing siswa dalam belajar, artinya bermain sambil belajar
bukan belajar sambil bermain misalnya saja guru bisa menggunakan permainan
tradisional sebagai media pembelajaran yaitu salah satunya yang saya gunakan
adalah dakon.
Penerapan
pembelajaran tematik dengan Permainan dakon bisa diterapkan dalam mata
pelajaran matematika yang di kaitkan dengan mata pelajaran lainnya yaitu mata
pelajaran SBK, PKn, IPS yang sesuai dengan tema. Pada mata pelajaran SBK, PKn,
IPS ada salah satu SK dan KD-nya mengenai kebudayaan sedangkan dakon itu
sendiri merupakan suatu kebudayaan orang jawa dalam konteks permainan dan
permainan dakon dapat meningkatkan pemahaman dan kecerdasan siswa dalam
menghitung bilangan penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian terutama
perkalian dan pembagian untuk siswa kelas II sekolah dasar.
8. Pembelajaran yang mengaktifkan, menjadi kreatif dan menyenangkan (PAKEM)
Pembelajaran PAKEM mempunyai ciri-ciri atau karakteristik antara lain adalah :
1.
Aktif
Ciri pertama pembelajaran model PAKEM
adalah aktif. Maksudnya pembelajaran model ini memungkinkan peserta didik
berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada
di dalamnya dan mengamati pengaruh dari manipulasi obyek-obyek tersebut. Dalam
hal ini guru pun terlibat secara aktif, baik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi proses pembelajarannya.
2.
Kreatif
Ciri kedua pembelajaran model ini adalah
kreatif. Maksudnya pembelajarannya membangun kreativitas peserta didik dalam
berinteraksi dengan lingkungan, bahan ajar, dan esame peserta didik, utamanya
dalam menghadapi tantangan atau tugas-tugas yang harus diselesaikan dalam
pembelajaran. Dalam hal ini, guru pun dituntut ntuk kreatif dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran model PAKEM ini.
3.
Efektif
Ciri ketiga pembelajaran model ini
adalah efektif. Maksudnya, dengan pembelajaran yang aktif, kreatif, dan
menyenangkan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didik.
4.
Menyenangkan
Ciri keempat
pembelajaran model ini adalah menyenangkan. Maksudnya, pembelajaran model PAKEM
dirancang dapat menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Dengan
suasana pembelajaran yang menyenangkan diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar peserta didik. Dalam kaitan ini, Rose and Nicholl (2003) mengatakan
bahwa pembelajaran yang menyenangkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø
Menciptakan
lingkungan tanpa stress, lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namun
harapan untuk sukses tetap tinggi.
Ø
Menjamin
bahwa bahan ajar itu relevan. Anda ingin belajar ketika Anda melihat manfaat
dan pentingnya bahan ajar.
Ø
Menjamin
bahwa belajar secara emosional adalah positif, yang pada umumnya hal itu
terjadi ketika belajar dilakukan bersama dengan orang lain, ketika ada humor
dan dorongan semangat , waktu rehat dan jeda teratur, serta dukungan antusias.
Ø
Melibatkan
secara sadar semua indera dan juga pikiran otak kiri dan otak kanan.
Ø
Menantang
peserta didik untuk dapat berpikir jauh ke depan dan mengekspresikan apa yang
sedang dipelajari dengan sebanyak mungkin kecerdasan yang relevan untuk
memahami bahan ajar.
Ø
Mengkonsolidasikan
bahan yang sudah dipelajari dengan meninjau ulang dalam periode-periode yang
relaks.
Menurut
Conny R. Semiawan (Jalal, 2002: 16)
melalui bermain, semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan
bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bererplorasi untuk memperkuat
hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan
anak-anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik
potensi fisik maupun mental intelektual dan spiritual. Melalui proses
pembelajaran dengan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak yaitu melalui
bermain, diharapkan dapat merangsang dan memupuk kreatifitas anak sesuai dengan
potensi yang dimilikinya untuk pengembangan diri sejak usia dini. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Mulyasa
(2005: 164) bahwa : “proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan
aktifitas dan kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan
pengalaman belajar”.
Pembelajaran
di kelas tidak hanya menggunakan teori dan ceramah saja, tetapi penggunaan
sumber dan alat belajar yang beragam dan bervariasi akan menciptakan suasana
pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
9. Kemampuan Siswa SD dalam Menghitung Bilangan Penjumlahan dan Pengurangan.
Pada
mata pelajaran Matematika pada materi menghitung bilangan penjumlahan dan
pengurangan siswa kelas II SDN Balerejo 2 kurang dapat menguasainya sulit untuk
mempelajarinya dan nampaknya pembelajaran matematika saat ini masih sebagai
“hantu” bagi semua siswa, khususnya bagi siswa di tingkat Sekolah Dasar. Namun,
pada dasarnya matematika apabila dipelajari dengan baik maka akan timbul
perasaan senang, suka, gembira dan akhirnya bisa.
B. Kerangka pikir
Untuk
mempermudah pemahaman dalam kerangka pikir, dapat digambarkan dalam skema
berikut.
Gambar kerangka pikir
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan Kerangka piker di atas maka dirumuskan hipotesis penelitian “Melalui permainan dakon, diharapkan kemampuan operasi hitung penjumlahan dan
pengurangan pada siswa kelas II SDN Balerejo 02 Madiun dapat meningkat”
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian
ini akan dilaksanakan di SDN Balerejo 2 Madiun Tahun Ajaran 2012/2013.
B.
Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini, subyek penelitiannya adalah siswa
kelas II SDN Balerejo 2 Madiun Tahun Ajaran 2012/2013. Alasan yang mendasari penelitian dilaksanakan di SDN Balerejo 2 Madiun
yaitu:
a. Penerapan permainan dakon/congkak dalam pembelajaran matematika belum pernah diteliti di SDN Balerejo 2 Madiun.
b. Tersedianya buku sumber dan data-data yang mengupas tentang permainan dakon/congkak.
c. Penghematan waktu dan biaya karena lokasi penelitian merupakan sekolah tempat peneliti bertugas.
C.
Desain Penelitian
Pembelajaran matematika dengan materi melakukan operasi perkalian dan pembagian melalui permainan tradisional dakon dirancang dengan menggunakan skenario sebagai berikut;
1. Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan permainan tradisional dakon menggunakan aturan yang telah dimodifikasi;
2. Guru menyiapkan peralatan permainan dakon (papan dakon, biji-bijian: saga, kecik, dsb);
3. Guru membentuk kelompok belajar berpasangan dengan tugas; (1) sebagai pemain, dan (2) sebagai penyampai soal dan penilai;
4. Guru menjelaskan aturan permainan kepada peserta didik;
5. Permainan selesai setelah kedua anggota kelompok berpasangan melakukan permainan secara bergantian dan masing-masing telah memperoleh nilai;
6. Pemenang dari permainan dakon, adalah pemain yang memperoleh nilai lebih tinggi;
7. Pemenang kelompok yang satu akan dipertemukan dengan pemenang kelompok yang lain.
Penelitian ini merupakan Penelitian
Tindakan Kelas . Arikunto (2006:3) menjelaskan bahwa Penelitian Tindakan Kelas
adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan
tersebut diberikan oleh guru yang akan dilakukan oleh siswa. Adapun tujuan PTK
adalah untuk memeperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Rancangan pelaksanaan penelitian ini
dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing terdiri 4 tahap, yaitu: perencanaan
(planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi
(reflecting).
|
|
Bagan
1 Alur Penelitian Tindakan Kelas Diadaptasi dari Mulyasa (2011)
Adapun desain penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Langkah-langkah
Penelitian
Siklus
1
1. Perencanaan
Perencanaan
merupakan langkah menyusun rancangan tindakan yang akan dilakukan dalam proses
belajar mengajar.
a. Mengidentifikasi
masalah
b. Menentukan
SK dan KD pembelajaran
c. Menyusun
RPP
d. Menyusun
dan menyiapkan lembar kegiatan
e. Menyusun
dan menyiapkan tes evaluasi
f. Menyusun
lembar observasi keaktifan siswa
2. Tindakan
Tindakan dalam
hal ini adalah pelaksanaan dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
a. Guru
mengadakan persiapan pembelajaran, yakni menyiapkan siswa dan media
pembelajaran yang akan digunakan.
b. Melaksanakan
proses pembelajaran sesuai RPP yang telah disusun dengan bantuan media
pembelajaran yang telah dipersiapkan.
c. Melakukan
evaluasi pada saat pembelajaran.
3. Observasi
Observasi
merupakan pengamatan yang dilakukan peneliti bersama guru pada saat proses
pelaksanaan tindakan.
Pengamatan
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah penelitian berlangsung. Pengamatan
dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi
untuk mengetahui minat siswa terhadap pelajaran yang telah diberikan oleh guru
dan aktivitas dalam proses pembelajaran.
4. Refleksi
Refleksi
adalah pengkajian terhadap hasil pengamatan dari rangkaian tindakan yang telah
dilakukan.
Refleksi dilakukan oleh
peneliti. Dengan analisis data akan diketahui kelebihan dan kekurangan, jika
terdapat kekurangan maka akan diperbaiki pada siklus II.
SiklusII
Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.
Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan
data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian, karena itu seorang
peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data agar mendapatkan data yang
valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut
1.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan
tertulis baik berupa karangan, memo, pengumuman, instruksi, majalah, buletin,
pernyataan, aturan suatu lembaga masyarakat, dan berita yang disiarkan kepada
media massa. Dari uraian di atas maka metode dokumentasi adalah pengumpulan
data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya
dengan obyek penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas dan
konkret tentang perilaku siswa
pada saat proses belajar mengajar di SDN Balerejo 2 Madiun.
Di penelitian ini dalam teknik pengumpulan data yang menggunakan dokumentasi adalah RPP,
penggunaan media, dan soal evaluasi.
2.
Observasi langsung
Observasi langsung adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar
lain untuk keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu
menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini digunakan untuk
penelitian yang telah direncanakan secara sistematik tentang bagaimana proses pelaksanaan
pembelajaran.Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal, perilaku,
perkembangan, dan sebagainya tentang perilaku. Observasi lansung juga dapat
memperoleh data dari subyek baik yang tidak dapat berkomunikasi secara verbal atau yang tidak mau berkomunikasi secara verbal. Dalam penelitian ini yang perlu menggunakan teknik
pengumpulan data adalah aktivitas guru dan aktivitas siswa.
Observasi
yang pertama yaitu pengamatan partisipasi dan keaktifan siswa dalam
pembelajaran di kelas yang dilakukan oleh observer 1 yaitu peneliti sendiri
saat proses pembelajaran.
Observasi
keaktifan siswa terdapat 5 point yang diamati yaitu:
-
Perhatian siswa
terhadap pelajaran
-
Menjawab pertanyaan
yang diberikan kelompok lain
-
Keberanian siswa
merespon dan bertanya kepada guru
-
Mempresentasikan tugas
yang telah diberikan
-
Membuat kesimpulan
materi yang telah diajarkan
Kemudian menulis hasil pengamatan di lembar
pengamatan yang telah dipersiapkan
Observasi kedua
yaitu pengamatan kepada aktifitas mengajar yang dilakukan oleh guru, yaitu yang
dilakukan oleh observer 2 yaitu pengamat lain.
Observasi
aktifitas mengajar guru terdapat 8 point yang diamati yaitu:
-
Membuka kegiatan
pembelajran
-
Penjelasan konsep
materi
-
Komunikasi dengan siswa
-
Pengelolaan kelas
-
Mengaktifkan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar
-
Memberi motivasi dan
pengutan
-
Menutup kegiatan
pembelajaran
-
Mengadakan evaluasi
3. Test
dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang
diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Test tersebut berbentuk multiple
choise agar banyak materi tercakup.
E.
Instrumen Penelitian
1.
Peneliti
yang menjadi instrumen penelitian ini pada
dasarnya adalah peneliti sendiri. Peneliti menjadi instrumen peneliti karena dalam
proses pengumpulan data itulah peneliti akan melakukan adaptasi secara aktif
sesuai dengan keadaan yang dihadapi peneliti ketika berhadapan dengan subyek
peneliti. Peneliti dapat saja mengubah pertanyaan, memperdalam pertanyaan dan
menggambarkan pertanyaan dari pedoman wawancara yang telah disusun kalau memang
adaptasi tersebut dipandang perlu dilakukan. Peneliti akan mengumpulkan data
yang berupa dokumen yang sesuai pedoman dokumentasi dan sangat mungkin juga
menambah daftar dokumen yang akan dikumpulkan pada saat itu juga ketika
melakukan proses dokumentasi.
Meskipun
peneliti berperan sebagai instrumen penelitian yang dapat melekukan adaptasi
aktif terhadap keadaan subjek dan fokus penelitian, namun untuk menjaga fokus
masalah penelitian maka peneliti juga mengggunakan instrumen penelitian yang
berupa pedoman-pedoman : observasi atau lembar pengamatan, wawancara,
dokumentasi, cacatan lapang, ceck list dan soal tes.
2.
Observasi atau
lembar pengamatan
Melakukan observasi dengan
cara : mengamati, dan mencatat/mendiskripsikan
gejala-gejala yang tampak yang terjadi dalam praktik pembelajaran sesuai dengan
fokus penelitian yang sudah ditentukan. Ketika melakukan observasi peneliti
dapat juga mencatat gejala-gejala yang terjadi pada: siswa dalam proses pembelajaran,
proses pembelajaran yang dilakukan guru, anekdot-anekdot yang terjadi,
konteks-konteks saat melakukan observasi dan mempersiapkan
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pihak yang bersangkutan.
Pada saat melakukan observasi,
peneliti dapat juga merekam dengan handycamp,mewawancarai : siswa dan guru,
mengisi form-form lembar observasi
yang sudah dipersiapkan, menelaah dokumen fortofolio siswa, dokumen perangkat
pembelajaran, dan lainnya yang sesuai dengan fokus penelitian, mengamati siswa-siswi
ketika: mengerjakan LKS, berdiskusi, melaksanakan tugas, dan berbagai aktivitas
pembelajaran yang terjadi.
3.
Catatan lapang
Catatan
lapangan merupakan catatan tertulis mengenai apa
yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka mengumpulkan data dan refleksi terhadap
data dalam penelitian kualitatif (Moloeng,2005:153).
4.
Ceck list
Checklist digunakan untuk mengukur
indikator program yang dapat dinilai sendiri oleh peneliti dan tidak membutuhkan pendapa torang lain. Program diamati, lalu
di-checkcross-kan dengan variable pada indikator yang telah ditetapkan.Dalam checklist digunakan dua
pilihan, yaitu ya/ada atau tidak/tidak ada Untuk
pertanyaan positif, jawaban ya/ada memiliki bobot 1,sedangkan jawaban tidak /
tidak ada berbobot 0. Sedangkan bobot untuk pertanyaan negatif adalah
sebaliknya.
5.
Soal Evaluasi
Soal evaluasi merupakan instrumen
penelitian yang digunakan untuk mengetahui hasi belajar siswa. Bentuknya bisa
berupa pilihan ganda, isian ataupun uraian.
F.
Analisis Data
Analisis
data dapat dilakukan secara bertahap, pertama dengan menyeleksi dan
mengelompokkan data, kedua dengan memaparkan atau mendeskripsikan data dan yang
terakhir adalah menyimpulkan atau memberi makna. Pada tahap pertama, data
diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini
sering disebut sebagai reduksi data. Tahap kedua, data yang sudah terorganisasi
ini dideskripsikan sehingga bermakna baik dalam bentuk narasi, grafik maupun
tabel. Tahap terakhir, berdasarkan paparan atau deskripsi yang sudah dibuat
maka ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan singkat.
DAFTAR PUSTAKA
Malawi Ibadullah, 2012. Penelitian Tindakan Kelas, Madiun
: IKIP PGRI Madiun
Ridwan Mohamad, 2012. Media Majalah Bulanan Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Surabaya : Karunia
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung :
Alfabeta
http://pengetahuanolahraga.wordpress.com/2011/08/24/catatan-lapangan-penelitian-kualitatif/
Langganan:
Postingan (Atom)